Surabaya, SonaIndonesia.com – Tidak sedikit pelaku usaha menemui kendala dan mengalami problem dalam menjalankan usahanya, ketika menghadapi tantangan bermigrasi dari bisnis konvensional ke dunia digital. Mulai dari pemasaran, manajemen pengelolaan keuangan (finansial) hingga modal usaha.
Atas dasar permasalahan tersebut, BPSDMP (Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian) Surabaya Kementerian Kominfo RI bekerja sama dengan STIKOSA-AWS (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya), menggelar pelatihan Digital Enterpreneur Academy (DEA), untuk para pelaku usaha dan bisnis.
Pelatihan bertajuk “Pengelolaan Keuangan Digital” ini diselenggarakan selama dua hari (9 – 10/3/2022). Sejumlah narasumber dihadirkan, di antaranya Eko Pamuji, Pimpinan perusahaan media Duta Masyarakat online, yang juga Sekretaris PWI (persatuan Wartawan Indonesia) Jawa Timur; Meithiana Indrasari, Ketua STIKOSA – AWS; M. Adhi Prasnowo, Praktisi media digital, dan Revita Aryati, Finance dan Direktorat Marketing and Public Relations STIKOSA–AWS.
Ketua STIKOSA-AWS, Meithiana Indrasari menjelaskan, pihaknya mendorong semua masyarakat Surabaya terutama pelaku usaha dan bisnis agar lebih produktif dalam berusaha dan bisnis melalui media digital.
“Di pelatihan ini selain mempelajari dan memahami digital marketing, para peserta juga mempelajari pengelolaan keuangan secara digital. Jadi kalau kita bisa mudah kenapa kita masih harus susah-susah dengan pengelolaan keuangan yang konvensional,” ujar Meithiana.
Meithiana menambahkan, dari sekian peserta pelatihan yang ia jumpai banyak pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya lewat media digital kurang menyadari pentingnya pengelolaan keuangan.
Senada dengan yang diungkapkan Meithiana, Sub Koord. Tata Usaha BPSDMP Surabaya Kementerian Kominfo RI, Bagus Winarko mengatakan, program DEA ini memang sangat diperlukan oleh para pelaku usaha dan bisnis agar memahami cara mengelola keuangan secara digital.
“Pelatihan pengelolaan keuangan digital ini terutama untuk teman-teman UMKM, karena hasil survei kami, rata-rata pengelolaan keuangannya masih manual. Karena mereka rata-rata belum tahu harus beralih ke digital. Dengan harapan hasil akhir setelah mengikuti pelatihan ini teman-teman sudah tidak lagi menggunakan pengelolaan keuangan secara manual, kan sekarang zamannya digital. Selain itu para peserta juga diberikan pelatihan bagaimana melakukan pemasaran secara digital,” ucap Bagus, sapaan akrabnya.
Panitia pelaksana pelatihan, Maulina Jayantina menjelaskan, setelah melalui proses seleksi, dari sekitar 500 orang pendaftar hanya 100 peserta yang lolos untuk mengikuti pelatihan ini, ditambah 30 persen peserta cadangan. Namun ada satu orang peserta yang terpaksa batal mengikuti pelatihan karena setelah menjalani tes antigen hasilnya dinyatakan positif Covid-19.
Agar proses pelatihan berjalan efektif, pelatihan “Pengelolaan Keuangan Digital DEA” ini dibagi dalam empat kelas dan berlangsung secara tatap muka langsung.
Sebagian besar peserta pelatihan adalah pelaku usaha dan bisnis yang berdomisili di Kota Surabaya dan sekitarnya. Mereka rata-rata sudah melakukan pemasaran usaha dan bisnisnya melalui media sosial namun mengaku belum memahami betapa pentingnya pengelolahan keuangan digital.
Seperti diungkapkan oleh Roy Krisno Atmojo, salah seorang peserta pelatihan asal Surabaya. Sebagai pelaku usaha di bidang pemasok bahan bangunan, Roy mengaku membutuhkan pelatihan ini untuk mengembangkan usahanya.
“Selain saya sebagai operator alat berat, saya juga punya usaha supplier bahan bangunan dan selama lima tahun ini saya menggunakan medsos (media sosial) untuk pemasaran. Saya mengikuti pelatihan ini selain ingin mendalami pemasaran digital yang dipaparkan oleh pemateri, saya juga membutuhkan (bimbingan) bagaimana cara mengelola usaha saya. Kalau saya hanya mengejar pemasaran konvensional, ya penghasilan saya hanya segitu-gitu aja. Tapi kalau saya memanfaatkan media digital tentu saya dapat mengoptimalkan hasil penjualan dan omzet. Saya mengikuti pelatihan manajemen pengelolaan keuangan digital agar usaha saya makin berkembang,” tutur Roy Krisno yang juga berprofesi sebagai operator alat berat di dunia usaha konstruksi dan bangunan.
Sementara seorang peserta pelatihan lainnya yang bernama Andreas Eko Moeljanto mengatakan, ia baru menyadari kekeliruan pengelolaan bisnisnya setelah mengikuti pelatihan ini. Leo yang menekuni bisnis kue kering dan kue basah ternyata baru mengetahui bahwa penggunaan akun-akun pribadi untuk memasarkan produk di media sosial adalah keliru.
“Saya buka usaha di bisnis kue kering dan kue basah, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saya juga melakukan pemasaran lewat media digital yaitu medsos, tapi masih belum maksimal berhasil. Sebelum saya mengikuti pelatihan ini, ada beberapa yang saya lakukan selama ini ada yang keliru. Kelirunya, saya memulai usaha menggunakan akun-akun medsos pribadi. Dan di pelatihan ini disarankan menggunakan medsos khusus bisnis dan sebaiknya tidak mencampuradukkan kepentingan pribadi dengan kepentingan usaha di medsos, mulai dari postingan-postingan konten mulai dari produksi sampai hasil produksi, hingga melayani menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada,” ungkap Leo yang memiliki profesi lain sebagai relawan kebencanaan. (*)