Kupang, SonaIndonesia.com – Komisi V DPRD NTT mengusulkan agar para calo pengerah tenaga kerja yang masih gentayangan bermain ‘menjual’ warga berkedok tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri untuk ditembak mati saja.
“Ya, kenapa tidak. Perlakuannya sama dengan pengedar narkoba. Saya kira perlu pemerintah memikirkan kebijakan ini,” kata Ketua Komisi V DPRD NTT Jimy Sianto saat memimpin rapat gabungan bersama Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTT, BP3TKI, Imigrasi dan sejumlah instansi terkait lain di gedung DPRD setempat, Rabu (18/4/18).
Politisi Hanura itu mengatakan aksi para calo dengan menjual orang berkedok tenaga kerja ke luar negeri sama berbahayanya dengan seorang pedagang dan pengedar narkoba yang berdampak buruk bagi jiwa masyarakat.
“Jadi saya kira kita bisa terapkan peraturan tembak mati saja,” katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT Bruno Kupok mengatakan, terkait tindakan terhadap para calo bukan menjadi kewenangannya untuk menetapkan. Namun demikian dia mengatakan hal yang perlu dilakukan adalah penegakan hukum.
Dalam konteks penyelesaian TKI asal provinsi berbasis kepulauan itu, bekas Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian NTT itu mengaku memiliki tiga formula, masing-masing pendataan, pemutihan dan moratorium.
“Selain itu dilakulan sosialisasi masif yang dimulai dari desa sesuai kewenangan yang dimiliki,” katanya.
Terhadap jumlah TKI yang tidak memiliki data resmi alias ilegal, dia menyebut mencapai sekitar 100 ribu orang. Dari jumlah tersebut, lebih dari 50 ribu orang di antaranya bekerja di Malaysia dan lainnya tersebar di beberapa negara seperti Hongkong dan Singapura.
Menurut dia, perkirakan angka sekitar 100 ribu ini sesuai dengan hasil pertemuan koordinasi dengan Konjen RI di Johor beserta instansi terkait beberapa waktu lalu. Dalam rapat bersama itu, terungkap bahwa jumlah TKI asal Indonesia saat ini mencapai 2,3 juta orang dan setengah di antaranya adalah ilegal. Khusus untuk Malaysia, jumlah TKI ilegal sekitar 800-900 orang dan diperkirakan sekitar lebih dari 50 ribu di antaranya adalah TKI yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Butuh komitmen dan kerja sama semua pihak untuk menangani persoalan ini,” katanya. (Ade Putera)