Belakangan ini kita sering mendengar istilah Indonesia Emas. Apa maksudnya? Ya, istilah ini mengacu pada usia kemerdekaan negara kita tercinta yang ke-100, yang bakal bangsa Indonesia rayakan pada tahun 2045.
Menyongsong satu abad Indonesia merdeka, strategi apa yang telah kita siapkan? Sudahkah kita menyiapkan generasi penerus menghadapi perkembangan zaman dan teknologi untuk menyambung tongkat estafet perjuangan bangsa?
Sejatinya bibit-bibit unggul itu sudah nampak di sekeliling kita. Di tangan merekalah yang saat ini masih bayi dan anak-anak dipertaruhkan nasib dan masa depan bangsa.
Indonesia adalah negara yang luar biasa, sumber daya alamnya melimpah, wilayahnya juga luas. Jadi kita harus bisa memanfaatkan kondisi Indonesia yang begitu luar biasa ini untuk kita olah sendiri.
Manusia itu ketika hidup akan selalu berupaya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Misalnya kekayaan alam Indonesia sebenarnya bisa dijadikan inspirasi masyarakat Indonesia terutama generasi muda untuk lebih bijak dan lebih baik dalam mengelola SDA (sumber daya alam) di sektor ekonomi..
Banyak kekayaan alam yang sudah diberikan Tuhan sesuai dengan potensinya dan sesuai dengan kebutuhan daerah, namun kenapa masih banyak daerah yang masih belum bisa mengelolanya.
Sebagai contoh Pulau Sumatera yang begitu luas dengan kekayaan alamnya yang sangat melimpah. Namun, kenapa tak banyak masyarakat Indonesia yang bersedia untuk menetap di Pulau Sumatera. Semua ingin berkutat di Pulau Jawa.
Ini terjadi karena pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang kurang, artinya Sumber Daya Manusia (SDM)-nya belum tersebar secara merata di pulau-pulau yang ada di Indonesia.
Selanjutnya, memanfaatkan hasil alam juga tidak harus merusak. Misalnya penebangan hutan. Penulis tidak setuju bila hutan di Indonesia digunduli untuk pembangunan. Karena hutan merupakan paru-paru dunia, yang tentunya berfungsi menjaga keseimbangan alam.
Dalam hal infrastruktur, pemerintah juga sebaiknya tidak terlalu banyak membangun jalan tol dan mengabaikan jalan umum. Mestinya jalan umum lah yang menjadi prioritas untuk dibangun. Misalnya dengan memperlebar jalan umum baik di desa maupun di kota.
Saat ini jalan di desa hanya empat sampai enam meter, itu bisa dilebarkan menjadi 10 sampai 12 meter. Sementara jalan antarkota saat ini hanya 10 meter maka bisa diperlebar menjadi 15 meter atau 20 meter. Ini sangat penting untuk mendukung distribusi logistik dari desa ke kota dan sebaliknya dari kota ke desa, dengan biaya yang tentunya lebih murah daripada harus lewat tol.
Di sisi lain, penulis lebih setuju jika pemerintah lebih fokus pada masalah pendidikan daripada terus membangun jalan tol. Karena pendidikan mencakup aspek yang luas dalam soal kehidupan bernegara.
Andai saja biaya pembangunan jalan tol itu bisa dialihkan ke pendidikan dan kesehatan, dengan menambah fasilitas-fasilitas pendidikan di daerah-daerah terpencil dan fasilitas kesehatannya seperti puskesmas bahkan rumah sakit, hal itu jauh lebih efektif bagi masyarakat sekitar.
Membebaskan biaya pendidikan mulai dari pendidikan dini sampai ke SMA, tentu itu lebih baik dan lebih tepat sasaran.
Bagi putra putri bangsa yang memiliki kesempatan menimba ilmu di luar negeri, setelah lulus kembalilah ke tanah air. Di Indonesia ini, masih banyak sektor yang harus ditingkatkan lagi. Dan hal itu membutuhkan keilmuan yang lebih modern.
Ayo bersama-sama kita bangun Indonesia tercinta dengan ilmu yang didapat di luar negeri. Kita buat Indonesia makin maju dalam hal teknologi dan keilmuan.
Begitu juga dengan masalah kesehatan, jika fasilitas kesehatan di daerah terpencil sudah sama seperti di kota tentu tidak perlu lagi membawa warga desa terpencil yang sakit untuk mendapat penanganan medis di kota. (*)
*Penulis: Ong Hengky Ongkywijaya, Pemerhati Sosial.