Pandemi, Siapa yang Diuntungkan?

  • Whatsapp

Mengapa nakes di RS memakai APD tetapi nakes yang di vaksin massal malah ngga menerapkan prokes, jaga jarak, dan tidak memakai APD?

Katanya meski sudah vaksin tidak menutup kemungkinan masih bisa kena covid? Tidak juga ada cek covid sebelum vaksin. Aneh ya? Virusnya masih sama kan? Mosok ya virusnya bersepakat untuk tidak menyerang saat bergerombol? Apakah maksudnya mau membuat efek menakutkan di RS, dan tidak menakutkan saat divaksin massal? Duhh…ini kayak mind hacking bener, pandemi psikologis. Wake up!

Bacaan Lainnya

Yang kebetulan sudah vaksin dan punya daya tahan tubuh rendah, lagi sakit dan komorbid kemudian terpaksa butuh oksigen, butuh tabung oksigen, butuh ventilator dan seterusnya dan seterusnya.

Siapa yang untung?

Hampir dua tahun pandemi covid di Indonesia, menurut data kira-kira 1,2% terinfeksi, dan 0,4% meninggal.

Tapi penanganannya mematikan hajat hidup 272 juta yang lain. Ibarat kaki yang cantengen atau gumbengen tapi disuruh bedrest total selama hampir 2 tahun.

Per tahun kira-kira ada 5.000.000 bayi lahir. Tapi hidup sebangsa berantakan, bangkrut, disuruh diam di rumah karena katanya 100.000 meninggal dalam 1,5 tahun. (1,5×5.000.000) – 100.000. Masih nambah 7.400.000 jiwa. Ini perspektivnya.

Lalu ada teman yang baper dengan sinis bilang, “ya karena nyawa orang-orang yang meninggal itu bukan siapa-siapamu, orang-orang seperti kalian yang sepelekan covid inilah termasuk pembunuh.”

Duhh dek, itu karena nyawa 272 juta orang Indonesia memang hanya statistik bagi mereka pemangku kekuasaan, hanya hitungan bansos dan angka pemilu. “One death is a tragedy; one million is a statistic” – (Stalin).

Empati itu bukan cuma milik korban dan nakes, tapi SEMUA. Mari melihat pandemi dengan jernih, jangan pakai kacamata kuda WHO saja… boleh?!

Lihatlah, sementara kita kesusahan karena kebijakan kurung suntik. Ada yang jadi biliuner di luar sana.

Mari renungkan!

Penulis: Malika Dwi Ana, Pemerhati masalah sosial, tinggal di Ngawi, Jawa Timur.