Warga Lusitada Tolak Eksekusi Lahan Perkampungan

Warga desa Lusitada Kecamatan Nita memprotes keputusam Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung RI yang menyatakan memenangkan penggugat. (Foto: SonaIndonesia.com/ama adonara)

Maumere, SonaIndonesia.com – Warga Dusun Lusitada, Desa Lusitada, kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Senin siang (23/4/18) menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri  (PN) Maumere.  Mereka memprotes keputusan Pengadilan Tinggi (PT) dan Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan Alfridus Yosef Pitang atas perkara perdata dengan obyek sengketa lahan perkampungan seluas lebih dari dua hektar are (Ha) yang telah mereka diami sejak turun temurun.

Menanggapi kehadiran warga itu, Ketua PN Maumere, Rahmat Sanjaya, SH, MH, dan Wakil Ketua PN Maumere, Johnicol R. F. Sine, SH, menyarakan warga menempuh jalur hukum melalui PK kalau merasa tidak puas. Ditegaskan pula bahwa, pihak PN Maumere tetap berpegang pada Keputusan MA, sehingga jika tidak PK maka akan dilakukan eksekusi sesuai amanat undang – undang.

“Kalau merasa tidak puas, silahkan bapak – bapak konsultasi dengan Pengacara kalian dan menempuh jalar hukum melalui Peninjauan Kembali (PK). Tetapi, perlu diingat bahwa kalau tidak P-K, eksekusi akan tetap kami lakukan sesuai perintah undang – undang” kata Rahmat Sanjaya kepada tiga orang utusan warga di ruang pengaduan.

Sebelum bertemu ketua P-N, warga kampung Lusitada berkumpul di halaman kantor Pengadilan Negeri. Mereka membacakan surat yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri Maumere.  Dalam surat yang dibacakan Arianus Mai itu disebutkan bahwa, perkara perdata bernomor : 19/PDTG/2014/ PN MMR yang pada akhirnya oleh pihak Pengadilan Tinggi (PT) di Kupang dan Mahkamah Agung di Jakarta memenangkan penggugat atas nama Alfridus Yosef Pitang, telah terungkap kebohongan penggugat, dimana penggugat mendalilkan bahwa obyek sengketa tanah perkampungan itu dibeli dari seseorang yang bernama Sino Liwu.

Arianus Mai saat membacakan surat protes warga yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Maumere, Senin (23/4/18). (Foto: SonaIndonesia.com/ama adonara)

Kepada SonaIndonesia.com Arianus Mai mengatakan kasus itu sebenarnya batal demi hukum ketika Fransiskus Yopi, anak kandung Sino Liwu dibawah sumpah menyebut bahwa orang tuanya Sino Liwu tidak pernah menjual tanah perkampungan yang menjadi obyek sengketa antara Alfridus Yosef Pitang dengan 27 kepala keluarga di Dusun Lusitada itu. Ditegaskan pula bahwa, tanah di lokasi itu adalah milik warga dan bahwa ahli waris Sino Liwu, saat sebagai saksi di P-N Maumere dengan tegas menyatakan bahwa tanda tangan surat yang dijadikan alat bukti oleh penggugat adalah bukan tanda Sangan Sino Liwu, melainkan direkayasa pihat tertentu untuk kepentingannya. Berdasarkan bukti surat palsu dan bantahan tentang jual beli tanah obyek sengketa itu maka P-N Maumere menolak gugatan penggugat dan perkara dimenangkan tergugat.

Selanjutnya di tingkat P-T dan M-A perkara itu justru dimenangkan penggugat. Hal ini dinilai sangat merugikan tergugat baik secara moril maupun materil. Menurut Arianus Mai/ Keputusan P-T dan M-A, sangat tidak adil dan mencederai tergugat.

“Gugatan penggugat dalam perkara Perdata No : 19/PDTG/2014/ PN MMR telah sangat merugikan kami tergugat seluruhnya baik secara moril maupun materil. Keputusan PT maupun MA sangat tidak adil dan mencederai kami tergugat, penghuni kampung yang telah dihuni kakek nenek kami hingga kami generasi ke empat, ” kata  Arianus Mai.

Arianus pada kesempatan itu mengaku tidak akan membiarkan lahan perkampungan mereka dieksekusi. Hal ini cukup beralasan karena lahan itu telah dihuni sejak turun temurun. (Ama Adonara)