Jakarta, SonaIndonesia.com – Seiring dengan era keterbukaan informasi dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahaan yang baik, prinsip kehati-hatian mutlak diperlukan baik oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga selaku pengguna anggaran maupun mitra penyedia barang dan jasa. Inilah salah satu dasar bagi Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menggulirkan kembali kegiatan expo bertajuk Apkasi Procurement Network (APN) 2018 yang berlangsung di Jakarta, Jumat (27/4/18).
Ketua Bidang Keuangan Daerah Apkasi, Drs. Irwan, M. Si (Bupati Meranti) dalam sambutannya mewakili Ketua Umum Apkasi mengatakan bahwa pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang baik merupakan bagian penting dari upaya kita untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance). Pengelolaan pengadaan tidak bisa lagi dilakukan dengan sekadarnya, tetapi harus ditangani dengan seksama.
“Keberhasilan proses pengadaan tidak hanya terkait dengan pelaksanaan proses pelelangan, tetapi juga bergantung pada perencanaan yang baik. Untuk itu, dalam rangka memperbaiki tata kelola pengadaan, maka proses perencanaan harus dikelola dengan baik. Untuk menyusun perencanaan pengadaan yang baik, maka harus dipahami tatacara dan strategi penyusunan rencana pengadaan sesuai dengan ketentuan,” sambung Irwan.
Irwan juga menegaskan Apkasi begitu concern akan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah ini, salah satunya karena kegiatan pengadaan barang/jasa ini mengandung resiko hukum. Irwan mengatakan, “Oleh karena itu, kami berharap melalui kemitraan yang dibangun antara para pengguna, dalam hal ini pemerintah daerah, dan penyedia barang/jasa dapat terjalin baik, sehingga informasi terkait dengan produk yang dibutuhkan dapat secara utuh didapatkan.”
Sementara Kepala Subdirektorat Riset dan Kontrak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Eko Rinaldo yang memberikan sambutan mewakili Ketua LKPP mengaitkan semangat pengadaan barang/jasa pemerintah sebenarnya ada di dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya. “Di situ tertera kata-kata ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya’ yang mana ini menunjukkan bahwa dalam konteks pengadaan, kalau sudah terbangun jiwanya maka tidak perlu ada lagi yang harus dikhawatirkan, jangan takut duluan. Karena prinsip pengadaan itu adalah value for money, artinya berapa nilai uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang yang berkualitas. Saya tadi sempat berdiskusi dengan bapak-bapak bupati yang mana rata-rata di daerah itu kalau membeli barang yang penting harganya murah,” imbuhnya.
Eko lantas menjelaskan bahwa prinsip value for money sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16/2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tidak lagi mensyaratkan barang yang harganya murah, tapi yang penting penyedianya dulu yang harus berkualitas, baru barangnya yang berkualitas. Misalnya, lanjut Eko, untuk pengadaaan konstruksi kalau dilakukan penawaran harga maka wajib hukumnya dilakukan klarifikasi terlebih dahulu, contoh harga semen di pasaran Rp.80.000, ternyata ada kontraktor yang menawarkan Rp.70.000, ini yang harus diklaririfikasi karena jangan sampai kalau dia nanti ditunjuk sebagai pemenang, tapi di lapangan tidak bisa menyediakan barangnya. Semangat pengadaan ini sederhananya adalah ibarat kita membelanjakan uang sendiri, cuma bedanya harus dipertanggungjawabkan kepada auditor dan penyidik, bila nanti ditemukan ada masalah hukum,” tukas Eko lagi. (rdk)