Bondowoso, SonaIndonesia.com – Tak banyak yang mengetahui, ada satu produsen kain batik di Bondowoso, Jawa Timur yang telah menginjak usia 37 tahun di tahun 2024 ini. Ya, produsen batik tersebut adalah Batik Sumbersari, yang berlokasi di Kecamatan Maesan, Bondowoso.
Dirintis oleh dua orang kakak beradik Lilik Suwondo dan Didik Astiawan pada tahun 1987 silam, Batik Sumbersari didirikan dengan maksud untuk mengisi kemerdekaan dan melestarikan kebudayaan leluhur.
“Awal memulai kami membuat batik motif Jogjakarta dan Solo. Ini kami anggap perjuangan kami mengisi kemerdekaan, melestarikan budaya batik,“ kenang Didik Astiawan yang biasa dipanggil Mbah Didik.
Sebagai perintis, Mbah Didik menjadi mentor sekaligus motivator bagi penerus usaha Batik Sumbersari selanjutnya. Dua orang anak Mbah Didik yaitu Yuke Yuliantaris dan Ifriko Desriandi telah disiapkan sebagai penerus usaha tersebut. Yuke dan Ifriko memilih membatik sebagai tambatan kerja seusai menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
Namun sayang duet kakak beradik putra pendiri ini harus berakhir kala pandemi Covid-19 melanda tanah air. Ifriko harus rela melepas kepergian sang kakak, Yuke Yuliantaris menghadap Yang Maha Kuasa. Tinggalah Ifriko seorang yang melanjutkan usaha warisan orang tuanya itu di bawah bimbingan sang ayah.
“Boleh dibilang, saya generasi 2.5, setelah ayah (saya) kemudian (alm) kakak saya, lalu kini saya melanjutkan. Kini saya merangkap menjadi manajer pemasaran dan manajer produksi,” ungkap Ifriko.
Ifriko bersyukur usaha batiknya masih tetap bertahan di tengah lesunya industri tekstil nasional.
“Alhamdulillah perjalanan Sumbersari Batik sampai saat ini masih tetap eksis, bisa mewarnai karya-karya batik nasional maupun daerah. Sampai saat ini kami di Sumbersari Batik telah meregistrasi 11.900 motif batik,” lanjutnya.
Dia mengikuti jejak orang tuanya dalam membatik, mula-mula sebagai desainer motif batik. Kegemarannya dalam corat-coret motif batik turut mempengaruhi pilihan studinya di Universitas Merdeka Malang pada tahun 2001. Ifriko mantap menyelesaikan pendidikannya di jurusan teknik arsitektur.
Eksis di masa orde baru, Batik Sumbersari banyak dikenakan sejumlah pejabat penting di masa itu, di antaranya Menteri Penerangan Harmoko, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Sulasikin Moerpratomo, yang sempat berkunjung pada tahun 1987.
Di era reformasi pun tak sedikit pejabat yang melirik Batik Sumbersari. Menteri-menteri era Presiden Joko Widodo, seperti Menkumham Mahfud MD dan Menteri Sosial Tri Rismaharini juga pernah berkunjung ke Sumbersari Batik. Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno juga pernah memakai Sumbersari Batik.
Selain itu Sumbersari Batik juga pernah menerima banyak pesanan dari kepala-kepala daerah, salah satunya Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Pernah juga mendapatkan order untuk membuat batik khas daerah, di antaranya dari Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Situbondo.
Walau demikian usaha ini bukanlah tanpa hambatan, sebagai suatu usaha, produsen batik juga mengalami terpaan pasang surut permintaan. Apalagi di tengah guncangan kebijakan usaha tekstil saat ini yang kurang mendukung. Namun bagi Ifriko keadaan tersebut dipandang sebagai peluang untuk melangkan lebih jauh lagi ke depan.
“Kalau dalam keadaan sulit kita bisa tetap berkembang, berarti di situlah sebenarnya tolak ukur kehidupan usaha kita. Alhamdulillah, sampai saat ini keadaan tersebut tidak berdampak bagi Sumbersari Batik,” papar Ifriko.
Agar tetap eksis dan dapat bersaing dengan kompetitor, trik yang dilakukan Ifriko adalah memberikan layanan yang optimal bagi konsumen. “Kami memberikan pelayanan yang baik, dalam hal motif dan bahan. Misalnya kami melayani konsultasi agar batik yang diidamkan pembeli nanti sempurna seperti yang diharapkan,” lanjutnya.
Dari konsumen Ifriko juga banyak mendapatkan ide-ide motif batik dan lainya. “Mereka (pembeli) ada yang menginginkan yang beda, ada yang menginginkan ada logonya, unik atau lainnya, dan semuanya kita layani,” tambahnya.
Tak hanya itu, yang menarik dari Sumbersari Batik yaitu terbukanya lapangan kerja bagi warga masyarakat sekitar. Tak sedikit warga yang terbantu perekonomiannya karena bekerja di pabrik Batik Sumbersari.
“Mereka kami latih dalam bidang produksi, yang bertahan mau belajar akhirnya menguasai keahlian membatik, dan akhirnya bekerja dengan kami atas asas saling membutuhkan dengan keberadaan Sumbersari Batik,” katanya.
Menakhodai Sumbersari Batik yang usianya cukup matang, Ifriko tetap memegang komitmen visi memproduksi karya batik yang dikenang (legend) baik di tingkat nasional maupun daerah.
“Inilah perjuangan kami, melestarikan budaya nusantara dengan membatik, agar warisan leluhur ini tetap bersinar dan diakui di dunia internasional,” harap Ifriko. (nursalim)