Dengan Alat Ciptaannya 5 Mahasiswa UNEJ Bantu Petani Jember Pertahankan Produksi Beras Organik

Dua dari lima mahasiswa yang tergabung dalam tim Xentoric menciptakan alat Monoxenic Culture Bioreactor menyemprot lahan pertanian warga di Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe Jember. (Foto: sonaindonesia.com/nsl)

Jember, SonaIndonesia.com – Lima mahasiswa Universitas Jember (UNEJ) yang tergabung dalam tim Xentoric berhasil menciptakan alat Monoxenic Culture Bioreactor. Alat ini digunakan untuk memperbanyak nematoda entomopatogen yang sangat berguna bagi petani dalam menciptakan pestisida organik yang aman dan ramah lingkungan.

Hasil penelitian mahasiswa UNEJ yang berhasil mendapat pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan IPTEK (PKM-PI) ini diterapkan di lahan milik para petani yang tergabung dalam CV Tani Jaya Organik di Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe. Di mana Kecamatan Sumberjambe ini dikenal sebagai salah satu sentra beras organik di Kabupaten Jember.

Bacaan Lainnya

Ditemui di sela-sela aktivitasnya di Fakultas Pertanian UNEJ, Deviana Fitria Astuti selaku ketua tim Xentoric menjelaskan, dengan lahan seluas 70 hektar, CV Tani Jaya Organik mampu menghasilkan beras organik sebanyak 50-70 ton setiap satu siklus produksi. Sayangnya akibat serangan hama serangga seperti walang sangit produksi beras organik berkurang sekitar 15-30%.

“Awalnya petani menggunakan pestisida nabati seperti dari daun mimbar, namun ternyata masih belum efektif dan memiliki beberapa kendala. Karena organik, pestisida berbahan dasar daun mimbar tersebut tidak dapat terkena sinar matahari secara langsung. Setelah diaplikasikan, bukannya menurunkan serangan hama, justru hal ini menurunkan efektifitas pestisidanya akibat sinar matahari,” ujar Deviana kepada ArahJatim.com, Kamis (11/7).

Berbekal hal itu, Deviana bersama timnya melakukan penelitian dan membuat alat perbanyakan nematoda entomopatogen untuk meningkatkan produksi beras organik di lahan CV Tani Jaya Organik Jember yang diberi nama “Monoxenic Culture Bioreactor”.

“Nematoda entomopatogen itu merupakan nematoda yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati karena dapat memparasit serangga hama di lahan pertanian. Nantinya dalam memperoleh nematoda kami bersama mitra melakukan eksplorasi di bawah pohon bambu yang merupakan inang yang ideal dan kaya akan keanekaragaman hayati,” ungkap Deviana.

Dalam kesempatan yang sama, Bela Indri, anggota tim Xentoric mengatakan, nematoda entomopatogen sebenarnya tersedia di alam, namun bersifat sensitif terhadap pestisida kimia dan hanya tersedia di lahan organik saja.

“Sehingga kami menciptakan alat bernama Monoxenic Culture Bioreactor untuk memudahkan kami atau mitra untuk memperbanyak nematoda patogennya. Sehingga dari mitra nanti cukup satu kali saja untuk mendapatkan isolat nematoda atau bibitnya, setelah itu dimasukkan ke alat Monoxenic Culture Bioreactor terus dia akan berkembang,” jelasnya.

Bela juga menjelaskan secara singkat cara kerja alat Monoxenic Culture Bioreactor. Di dalam alat yang berbentuk seperti tabung tersebut terdapat sensor yang dapat memantau suhu dan ph-nya apakah sudah sesuai atau belum. Kemudian, metode yang digunakan adalah metode semprot. Nematoda entomopatogen diletakan di dalam spons kemudian spons tersebut diperas di air. Setelah itu dimasukkan ke dalam tangki dan bisa langsung disemprotkan pada tanaman. Untuk menekan serangan organisme pengganggu tanaman di lahan pertanian, penyemprotan dilakukan saat tanaman berusia dua bulan dan dilakukan dua kali setiap seminggunya.

“Kami bersama mitra melakukan penyemprotan nematoda entomopatogen dengan dosis lima belas liter per satu hektar setiap pagi mulai jam 6 pagi, dan dilakukan setiap seminggu dua kali,” jelasnya.

Sementara anggota tim Xentoric yang lain, Novan Effendi, menjelaskan hasil dari penerapan alat buatannya. “Setelah satu bulan penyemprotan tibalah saat panen, kami bersama mitra melakukan pemanenan tepat pada tanggal 1 Juni 2024. Dengan hasil bobot beras pada petak percobaan sebanyak 103 kg dengan perbandingan pada petak percobaan yang tidak diaplikasikan nematoda entomopatogen hanya menghasilkan 75 kg.”

Hasil penerapan inovasi ini ditanggapi positif oleh pemilik lahan yang dijadikan tempat pengaplikasian nematoda entomopatogen. Subairi salah satu pemilik lahan yang tergabung dalam CV Tani Jaya Organik mengatakan, dengan penerapan inovasi ini keresahan pemilik lahan sudah mulai teratasi. Ia berharap program ini terus berlanjut hingga mendapatkan peningkatan produksi yang tinggi.

Di bawah bimbingan dosen Fakultas Pertanian UNEJ, Ankardiansyah Pandu Pradana, tim yang beranggotakan Deviana Fitria Astuti selaku ketua tim bersama Mohammad Novan Efendi dan Bela Indri Ayunita merupakan mahasiswa Program Studi Proteksi Tanaman, Muhammad Badar Alfath mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pertanian, Sheinka Amalia Gisna mahasiswa Program Studi Agribisnis berhasil menerapkan inovasi untuk mengatasi penurunan produksi beras organik.

Selanjutnya tim Xentoric akan melakukan sosialisasi penggunaan alat Monoxenic Culture Bioreactor kepada mitra CV Tani Jaya Organik. (nsl)