Dua Mantan Wakil Rektor UIN Jakarta Ajukan Banding Administratif ke Menteri Agama

Prof. Dr. Masri Mansur, M.A, mantan Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, SonaIndonesia.com – Dua mantan Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. dan Prof. Dr. Masri Mansur, M. A melalui kuasa Hukumnya Mujahid A Latief., S.H, M.H telah mendatangi Kementerian Agama untuk menyerahkan “banding administratif” (upaya administratif) atas pemberhentian keduanya dari posisi sebagai Wakil Rektor universitas tersebut.

Upaya administratif ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan hukum yang diatur dalam Pasal Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara jo. Pasal 76 Undang-Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Menurut Mujahid, tindakan Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah yang memberhentikan kliennya dari jabatannya tidak jernih berdasarkan hukum, tetapi patut diduga dilandasi alasan politis mengingat kliennya akan dijadikan saksi atas perkara yang dilaporkan Sultan Rivandi koordinator UIN Watch. Sebagaimana diketahui dari berbagai media, Sultan Rivandi yang juga merupakan salah satu alumni UIN Syarif Hidayatullah, sangat prihatin atas berbagai isu yang menimpa kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Baca juga:

Dalam surat keputusan pemberhentian klienya (Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 168 Tahun 2021 Tertanggal 18 Februari 2021 dan Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 167 Tahun 2021 Tertanggal 18 Februari 2021), disebutkan alasan pemberhentian keduanya yaitu, karena “tidak dapat bekerja sama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan”.

“Setelah kami lacak dan baca secara seksama ternyata alasan itu tidak kami temukan dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PMA 17/2014),” tulis Mujahid.

Menurut Pasal 34 PMA 17/2014, kliennya hanya dapat diberhentikan dari jabatan Wakil Rektor apabila terdapat keadaan dan/atau memenuhi syarat sebagai berikut: Pertama, telah berakhir masa jabatannya. Kedua, pengunduran diri atas permintaan sendiri. Ketiga, diangkat dalam jabatan lain. Keempat, melakukan tindakan tercela. Kelima, sakit jasmani atau rohani terus menerus. Keenam, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketujuh, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara. Kedelapan, cuti di luar tanggungan negara. Atau Kesembilan, meninggal dunia.

Dari kesembilan syarat dan/atau keadaan tersebut di atas, tidak satu pun syarat yang dipenuhi Rektor UIN Syarif Hidayatullah dalam memberhentikan Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. dan Prof. Dr. Masri Mansur, M. A dari jabatannya sebagai Wakil Rektor. Dengan kata lain, keputusan pemberhentian keduanya merupakan tindakan sewenang-wenang (Onrechtmatige Overheidsdaad). 

Oleh karena itu tindakan atau keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah sangat fatal dan tentu merupakan tindakan yang melanggar hukum yang tidak boleh ditoleransi Menteri Agama RI. Untuk itu, lanjut Mujahid, sangat tepat Menteri Agama memberhentikan Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA dari jabatannya sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus mengembalikan (memulihkan) jabatan kliennya sebagai Wakil Rektor. Langkah ini sangat tepat diambil Menteri Agama RI untuk menyelamatkan “citra” UIN Syarif Hidayatullah sebagai kampus Islam terbesar di Indonesia.

“Jika 10 hari ke depan Menag tidak mengambil langkah sesuai aturan kewenangannya, maka klien kami akan melanjutkan ke proses hukum selanjutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkas Mujahid, sebagaimana tertulis dalam rilis yang diterima SonaIndonesia.com. (isk)