
Pembangunan apapun itu oke saja bila situasi dan kondisi ekonomi suatu negara itu normal. Dahulu, dalam sejarahnya raja-raja Jawa membangun candi-candi pendarmaan juga dalam situasi ekonomi yang stabil dan sedang berada di puncak kejayaan, bukan di saat situasi ekonomi sedang mengalami kemunduran, atau dalam masa pagebluk dan perang.
Kini, tradisi sejarah itu tidak dilestarikan lagi terbukti dengan rencana dibangunnya beberapa infrastruktur kereta cepat Jakarta-Bandung dan pindah ibukota. Besaran dukungan APBN untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung saat ini menunggu hasil audit BPKP.
Pembengkakan biaya proyek kereta cepat diperkirakan mencapai US$ 1,9 miliar. Hasil audit tersebut akan menentukan pemberian PMN kepada PT KAI. Thus jika digabung dengan anggaran untuk membangun ibukota baru dan kereta cepat JKT- Bandung sekitar 600 T. Cukup fantastis!
Pada situasi rakyat yang habis dihantam Pandemi Covid. Ekonomi ambruk dan belum pulih sama sekali. Mbok alangkah baiknya jika dana pembangunan dua proyek yang belum urgen itu dipakai untuk memulihkan keekonomian rakyat lebih dulu.
Bicara cash transfer, krisis seperti pandemi ini harusnya juga mengubah cara berpikir negara atau politikus-politikus pengambil kebijakan tentang APBN/APBD. Kata pembangunan di situ misleading. Kewajiban utama pemerintah itu melindungi dan melayani segenap bangsa. Membangun itu dikerjakan bersama-sama. Rakyat dan pemerintah.
BACA JUGA:
- Etika Politik Jawa dan Syahwat Berkuasa
- Perubahan Masa Jabatan Presiden
- Pandemi, Siapa yang Diuntungkan?
Disebut ‘melindungi’ ini spektrumnya pasti luas sekali. Ada target kesejahteraan rakyat di situ. Tapi yang paling esensial adalah melindungi nyawa dan dignitynya (kehormatan). Makanya di banyak negara ada kebutuhan untuk memberi uang pada pengangguran. Agar mereka masih bisa hidup dengan dignity. Tiap negara beda-beda besarnya.
Jerman adalah salah satu contoh ideal. Ia menghabiskan sekitar 40% anggarannya untuk cash transfer (ngasih duit warga). Duit ini bagian besarnya untuk tunjangan pengangguran dan bayarin ongkos kesehatan dan pendidikan. Ini di luar budget kementerian kesehatan dan pendidikan ya.
Karena niatnya memang begitu, Pemerintah Jerman mengelola data warganya yang terkait dengan pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan dengan baik. Termasuk nomor rekening bank untuk keperluan transfer tersebut. Jadi, yang seperti ini bukan dongeng belaka, tapi menjadi bukti riil keberpihakan negara pada rakyatnya.