Pelaku politik di suatu negara itu adalah rakyat dan pemerintah. Di saat pemerintahnya ngga bener dan tidak memenuhi amanah konstitusi, maka rakyat berkewajiban mengingatkan dan mengkritisi. Kenapa rakyat harus peduli? Karena kepentingan dan segala hajat hidup rakyat ditentukan oleh keputusan-keputusan politik yang diambil oleh pemerintah.
Islam dalam sejarahnya adalah agama (ideologi) revolusi. Ketika menampak ketidakadilan dan penindasan terhadap kemanusiaan, agama seharusnya membakar ‘amarah’. Karena ada perintah untuk ber-ammar ma’ruf nahi munkar, mencegah perbuatan-perbuatan munkar (jahat dan zalim). Maka jika melihat kemunkaran, sebaiknya:
- Mencegahnya (dengan perbuatan),
- Mencegah dengan perkataan (ucapan) dan,
- Berdoa, tapi itu selemah-lemahnya iman.
Dalam Islam juga terdapat ajaran fastabiqul khairat yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan dan balighu ‘anni walau ayah yang artinya sampaikanlah meski hanya satu ayat, artinya mengajak dalam kebaikan.
Itu sebabnya dalam sejarahnya semua nabi itu pemberontak dan revolusioner, All Prophet Are Rebels, mereka memberontaki kezaliman di zamannya. Sebutlah di antaranya Nabi Ibrahim AS yang memberontaki kesombongan Raja Namruj dengan berhala-berhalanya, Nuh AS yang berusaha mengajak kaumnya untuk taat dan berhenti menyembah berhala, Yusuf AS berdakwah dalam setiap keadaan, menyelesaikan masalah kekeringan yang dialami oleh bangsa Mesir dan membawa kejayaan bagi Bani Israil di Mesir.
Sedang Musa AS melawan kesewenang-wenangan dan kesombongan Raja Firaun, Isa AS yang memberontaki hegemoni kerajaan Romawi dan Nabi Muhammad SAW mencontohkan watak revolusioner saat melawan kesewenang-wenangan oligarki Quraisy. Revolusioner saat melawan kezaliman tetapi ketika menyangkut pribadi yang diolok-olok, Nabi mengamalkan ayat-ayat tentang kesabaran, kelemahlembutan dan tidak membalas olok-olok atau caci-makian orang-orang Quraisy.
Kini terbalik, agama dan spiritualitas sekarang dijadikan candu penenang. Supaya penganutnya tidak lagi melawan ketika melihat banyak orang diperlakukan tidak adil. Para pemuka agama propemerintah justru sibuk menjilat demi kepentingan diri dan kelompoknya.
Padahal seorang Tan Malaka yang dikenal sebagai Bapak Komunis Indonesia pun, dalam artikelnya yang berjudul “Islam Dalam Tinjauan Madilog” mengakui bahwa Islam itu ajaran yang paling rasional dan revolusioner. Dan Nabi Muhammad SAW adalah bagaikan intan yang ada di lumpur.
Pelajaran dari nabi-nabi yang revolusioner itu kemudian kembali ‘diteriakkan’ oleh Che Guevara: “Pemberontakan terhadap penguasa yang zalim adalah bentuk kepatuhan tertinggi kepada Tuhan.”
Che juga bilang “Sesungguhnya Pembebas Rakyat itu tidak ada, Rakyatlah yang harus membebaskan dirinya sendiri”.
Senada dengan Che Guevara, sejak empat abad yang lalu, John Locke di Inggris telah menggaungkan: RAKYAT memiliki hak untuk turun melawan pemimpin yang mengkhianati janjinya. Baik eksekutif maupun legislatif. Dan pendapat John Locke ini diadopsi oleh hukum internasional sebagai dasar untuk mengakui sahnya people power.
Maka, melihat demo-demo mahasiswa yang terjadi belakangan ini, sudah sesuai anjuran agama serta mekanisme demokrasi. Mahasiswa dan rakyat yang kritis berusaha mengingatkan pemerintah yang salah urus negara, sehingga menyebabkan banyak kerugian di pihak rakyat.
Salah satu keputusan pemerintah yang wajib dikritik adalah keputusan menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia turun. Bilangnya tidak ada duit tapi getol memberikan BLT di satu sisi. Setelah para pakar berusaha memberikan angka perhitungan, ditemukan bahwa telah terjadi ketidakberesan dalam manajemen. Ada banyak kejanggalan angka dan perhitungan.
Tetapi watak kekuasaan itu selalu otoriter, merusak dan merasa punya kontrol terhadap rakyat, sehingga tindakan-tindakan kritis mahasiswa dan rakyat hanya dianggap angin lalu bahkan dianggap hal mengganggu sehingga perlu diberikan tindakan represif melalui aparat TNI dan Polri.
Dalam demokrasi ada adagium, “it is not the function of the government to oversee the people but on the contrary is the duty of the people to control the government …”. Artinya, fungsi pemerintah BUKAN untuk mengawasi rakyat tetapi sebaliknya, adalah TUGAS RAKYAT UNTUK MENGENDALIKAN PEMERINTAH… “.
Jika yang terjadi sebaliknya itu bukan mentalitas demokrasi. Tapi itu totaliter!
Ketika pemerintah tidak menghormati rakyatnya, dan rakyat sudah tidak lagi percaya dan tidak lagi mendapatkan perlindungan dari pemerintahnya; mau jadi apa bangunan yang disebut negara? Masihkah ada negara? (mda)
Kopi_kir sendirilah!
Penulis: Malika Dwi Ana, Pengamat Sosial Politik,