Makassar, Sonaindonesia.com – Pembangunan Pasar Tempe Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan menyisakan permasalahan baru. Permasalahan itu timbul setelah kontrak pembangunan Pasar Tempe Sengkang diputus Kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi.
Perusahaan pemenang lelang peroyek pasar itu, PT Delima Agung Utama digugat di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dengan nomor perkara 443/Pdt.G/2021/PN Mks. Gugatan itu diajukan A.D Jaya Wijaya Ong lantaran proyeknya diputus.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum penggugat, Taufan Hidayat menjelaskan jika pemutusan proyek itu berdasarkan rekomendasi hasil penyidikan dari Inspektorat Jendral Kementerian PUPR yang menemukan adanya kecurangan penyimpangan persaingan usaha yang tidak sehat, dugaan KKN, dan atau pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang jasa yang dilakukan oleh PT. Delima Agung Utama (DAU) Cabang Makasar selaku pemenang paket atau penyedia jasa dalam pekerjaan Jasa Kontruksi Pembangunan Pasar Tempe Sengkang.
Taufan menybeut jika kliennya mengetahui pemutusan kontrak itu pada 24 November 2021 silam.
“Pembangunan proyek tersebut, tergugat melakukan kerjasama dengan klien kami yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama pada 4 November 2021, senilai Rp 42 miliar,” katanya.
Sebagai jaminan dalam proyek itu, dirinya mengatakan jika keliennya menyerahkan puluhan sertifikat tanah ke pihak tergugat.
“Selanjutnya oleh penggugat dijadikan jaminan ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulsabar untuk membiayai proyek pembangunan pasar tersebut,” jelasnya.
Dari hasil jaminan, lanjut Taufan, pada akhirnya kredit dikeluarkan 17, 6 miliar rupiah dengan menggunakan jaminan milik penggugat.
Menurutnya, diputusnya kontrak pembangunan pasar tersebut telah mengakibatkan kerugian materiil bagi kliennya atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proyek itu.
“Kerugian itu diantaranya biaya pra proyek pekerjaan, jaminan sertifikat, biaya sewa alat serta sisa tagihan, dengan total Rp 8 miliar belum termasuk bunga atas uang yang telah dikeluarkan dan proyeksi keuntungannya,” imbuhnya.
Dalam gugatan ini, Taufan menyebut total kerugian materiilnya 10,4 miliar, serta immateriilnya 5 miliar rupiah.
Tak hanya meminta ganti kerugian materiil dan immatreiil saja, Taufan juga meminta agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menjatuhkan uang paksa atau dwangsom sebesar Rp 10 juta setiap hari keterlambatan sejak putusannya dibacakan.
“Kami juga meminta diletakkan sita jaminan berupa kantor milik tergugat dan bangunan pekerjaan Pasar Tempe,” sambungnya.
Sebenarnya pihak PT Delima Utama Agung juga sempat mengajukan gugatan ke PTUN Makassar, namun sayangnya gugatan itu ditolak melalui putusan Nomor: 13/G/2022/PTUN Mks, tanggal 25 Mei 2022.
“Ditolak karena PTUN tidak memiliki kewenangan mengadili (kompetensi absolut, red),” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT DAU, Drajat Winanjar membenarkan gugatan tersebut. Namun ia enggan berkomentar terlalu banyak terkait kasus ini, karena ia menganggap gugatan itu tak memiliki legal standing.
“Ini gugatan sumir, absurd atau apalah karena dia tidak punya legal standing dan gugatannya salah alamat,” katanya.
Disinggung soal sertifikat milik Djaya Wijaya Ong yang diagunkan ke bank untuk membiayai proyek pasar Tempe, Drajat Winanjar menolak berkomentar. Ia beralasan hal ini kemudian menjadi konsumsi publik, karena dirinya tahu itu yang Djaya Wijaya Ong mau.
“Jadi intinya gugatan dia salah alamat, tidak mempunyai legal standing dan absurd,” tutupnya.
Selain menggugat PT DAU Cabang Makasar, Penggugat juga menggugat beberapa pihak. Diantaranya Kementrian PUPR Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi selaku turut tergugat I,
PT. Ciria Expertindo Consultant selaku turut tergugat II, PT Prapimadani selaku turut tergugat III dan PT. BPD Sulsabar selaku turut tergugat IV.
Dari Sistim Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makasar, Gugatan perdata Nomor 443/Pdt.G/2021/PN Mks tersebut telah memasuki agenda putusan sela, yang sedianya akan digelar Selasa (31/5/2022).