Sertifikat Diblokir, Pemilik Hotel di Malang Gugat Pemilik Tanah

Malang, Sonaindonesia.com – Gara-gara memblokir sertifikatnya sendiri, Supandi (55) warga Surabaya, digugat oleh pemilik hotel bintang lima di Malang berinisial GY (61). Gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen itu bernomer 137/Pdt.G/ 2021/PN.Kpn, dan sekarang memasuki sidang pembuktian surat-surat. Melalui pengacaranya masing-masing, Kamis lalu (2/12/21) pihak Supandi mengajukan 14 bukti surat dalam persidangan. Sementara, pihak GY menyampaikan 10 bukti surat kepada majelis.

Berdasarkan surat gugatannya, GY yang juga pemilik mall di kawasan Dieng Malang itu, mengaku telah membeli tanah 5700 m2 milik Supandi dengan membayar lunas seharga Rp 1.6 milyar pada 24 Februari 2017. Untuk memperkuat dalilnya, GY mengajukan bukti akta PPJB nomer 30 yang dibuat di kantor notaris DA di Kota Malang. Dia mempersoalkan pemblokiran sertifikat oleh Supandi.

Bacaan Lainnya

“Saya memblokir sertifikat saya sendiri. Buktinya kantor BPN Malang menyetujui pemblokiran saya. Dia belum lunas kok mau balik nama sertifikat saya. Silahkan dia menggugat kalau tidak terima,” kata Supandi.

Sementara itu, berdasarkan surat jawaban tergugat, dikatakan semula GY meminjamkan uang kepada Supandi sebesar Rp 1.6 milyar pada 24 Februari 2017. Melalui koperasi yang dikelola bersama anaknya, GY menerbitkan surat persetujuan kredit Rp 1.6 milyar kepada Supandi. Lalu, GY meminta Supandi menandatangani akta PPJB sebagai ikatan formalitas utang-piutang tersebut. Akta itu dibuat di kantor notaris DA. Jaminan atas utang tersebut berupa enam sertifikat tanah milik Supandi yang tercantum dalam surat persetujuan kredit dari koperasi milik GY.

Atas jawaban Supandi, GY yang juga bos puluhan koperasi di Jawa Timur itu, tetap pada dalil semula, bahwa dia telah membayar lunas tanah Supandi sebesar Rp 1.6 milyar dengan bukti berupa akta PPJB. Anehnya, GY juga mengajukan bukti berupa kwitansi senilai Rp 1 milyar. Padahal, harga angka dalam kwitansi tersebut tidak cocok dengan angka Rp. 1.6 milyar.

“Itu kwitansi palsu, bukan tulisan tangan saya. Akan saya laporkan ke polisi. Saya tidak pernah menerima 1 milyar dari dia. Yang saya terima 900, 631, 300, 500, dan 609 juta. Totalnya 2.9 milyar. Seharusnya waktu itu kwitansinya dia tulis 5.1 milyar, lalu dia lunasi sisanya. Bukan dengan cara-cara mafia tanah begitu,” kata Supandi kepada awak media.

Berdasarkan surat jawaban Supandi, setelah mencairkan kredit Rp 1.6 milyar, GY meminjamkan uang lagi kepada Supandi Rp 300 juta pada 2 Agustus 2017, dan Rp 500 juta pada 10 November 2017. Jadi, hingga akhir 2017, total piutang GY pada Supandi sebesar Rp 2.4 milyar.

Memasuki Agustus 2018, menurut Supandi, GY yang juga pemilik hotel berbintang lima di Klojen Malang ini, menyatakan hendak membeli tanah Supandi yang dijadikan jaminan tersebut. Setelah beberapa kali negosiasi, dicapai kesepakatan harga Rp 900 ribu/m2 atau total Rp 5.1 milyar. GY menjadikan piutangnya sebesar Rp 2.4 milyar sebagai pembayaran pertama, sehingga GY tinggal membayar kekurangannya, yaitu Rp 2.7 milyar. GY berjanji akan membayar sisanya secara kontan pada saat penandatanganan Akta Jual Beli (AJB).

Setelah harga dan cara pembayaran disepakati, pada 31 Agustus 2018, GY meminta Supandi datang ke kantor notaris DA untuk menandatangani Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembatalan untuk membatalkan PPJB yang dibuat pada 24 Februari 2017. Setelah Supandi menandatangani AJB tersebut, ternyata GY tidak membayar kekurangannya.

GY baru membayar kepada Supandi pada Senin, 3 September 2018, namun hanya sebesar Rp 609 juta. GY berjanji lagi akan segera membayar sisanya dalam beberapa hari ke depan. Jadi, total uang yang telah diterima Supandi dari GY berjumlah 3 milyar 9 juta rupiah, dan sisa pembayaran GY kepada Supandi 2 milyar 91 juta rupiah.

Ditunggu beberapa hari sampai beberapa minggu, ternyata WNI ber-KTP Dampit ini tidak kunjung melunasi sisanya, meski sering diingatkan dan ditagih oleh Supandi dan notaris DA. Hingga Desember 2018, GY belum juga membayar. Karena GY dianggap tidak serius, Supandi membatalkan transaksi dengan GY. Kemudian, bos jaringan karaoke yang tinggal di jalan Raya Langsep Malang ini, meminta Supandi mengembalikan uang GY. Pada 9 Januari 2019, Supandi mengembalikan uang GY sebesar Rp 500 juta. Dengan demikian, uang GY yang ada di Supandi tersisa Rp 2.5 milyar.

Setelah Supandi membayar angsuran Rp 500 juta, GY masih meminta diberi kesempatan untuk menjualkan tanah Supandi dengan janji akan menjualkan dengan harga yang lebih tinggi dan pembayaran lebih cepat. Selama tahun 2019, GY beberapa kali mengundang Supandi ke kantor koperasinya di jalan Terusan Wilis Indah Kota Malang untuk dipertemukan dengan calon-calon pembeli. Namun belakangan terbongkar, ternyata para calon pembeli itu adalah orang-orang GY sendiri yang disuruh pura-pura menawar tanah Supandi.

Untuk apa GY melakukan semua itu? Menurut Supandi, ternyata GY diam-diam menyimpan akta PPJB tersebut, dimana akta pembatalannya disembunyikan oleh notaris DA. Dia sengaja tidak memberikan salinannya kepada Supandi. Jadi, meski sesungguhnya GY memiliki piutang pada Supandi sebesar Rp 2.5 milyar, dia tetap hanya mengaku membayar Supandi sebesar Rp 1.6 milyar.

Dari penelusuran media ini, harga tanah objek sengketa tersebut sekarang sekitar Rp 10 milyar. “GY itu ingin untung 7.5 milyar dengan memanfaatkan pengadilan. Itu kan biasa seperti modusnya para mafia tanah,” pungkas Supandi.

Sementara itu, dikonfirmasi melalui pesan whatsapp sejak Sabtu (4/12/21) dengan sejumlah informasi dan pertanyaan, GY tidak memberikan komentar apapun kepada media ini. Pesan WA hanya dibaca. (Muk)