Jakarta, SonaIndonesia.com – Menyikapi maraknya kasus pelecehan dan penyimpangan seksual yang ramai diberitakan sejumlah media akhir-akhir ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan kembali fatwa MUI tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan.
Dalam Fatwa MUI Nomor 57 tahun 2014 itu ditegaskan bahwa pertama, hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar’i. Kedua, orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.
Ketiga, homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah). Keempat, pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan hukuman hadd dan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang.
Kelima, sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah). Keenam, pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati. Ketujuh, aktivitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta’zir.
BACA JUGA:
- Peringati Milad Ke-46, MUI Kembali Gelar Annual Conference on Fatwa Studies
- Fatwa MUI: Salat Jumat Virtual Tidak Sah
- Cabut Lampiran Perpres soal Investasi Miras, MUI: Presiden Dengar Aspirasi Publik
Kedelapan, aktivitas pencabulan, yakni pelampiasan nafsu seksual seperti meraba, meremas, dan aktivitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya haram.
Kesembilan, pelaku pencabulan sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukuman ta’zir. Kesepuluh, dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
Kesebelas, melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
Di bagian ketiga fatwa tersebut MUI memberikan empat rekomendasi. Pertama, meminta DPR-RI dan Pemerintah untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur:
- tidak melegalkan keberadaan kamunitas homoseksual, baik lesbi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang;
- hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktivitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk melakukannya);
- memasukkan aktivitas seksual menyimpang sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur manusia.
- melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktivitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi.
Kedua, Pemerintah wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
Ketiga, Pemerintah tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.
Dan keempat, Pemerintah dan masyarakat agar tidak membiarkan keberadaan aktivitas homoseksual, sodomi, pencabulan dan orientasi seksual menyimpang lainnya hidup dan tumbuh di tengah masyarakat.
Fatwa yang diterbitkan pada 31 Desember 2014 itu ditandatangi oleh Ketua MUI Komisi Fatwa saat itu, yakni H Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI HM Asrorun Ni’am Sholeh. (*)